Home Uncategorized Kala Desa Penyangga Pangan IKN Nusantara Berangsur jadi Kebun Sawit [1]

Kala Desa Penyangga Pangan IKN Nusantara Berangsur jadi Kebun Sawit [1]

0
Kala Desa Penyangga Pangan IKN Nusantara Berangsur jadi Kebun Sawit [1]

 

 

  • Petani di Desa Sebakung Jaya, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, sebagian mengubah lahan sawah mereka menjadi kebun sawit. Padahal, Pemerintah PPU canangkan, Kecamatan Balulu sebagai sentra pangan yang ke depan juga bisa jadi penyangga pangan bagi IKN Nusantara.
  •  Perkebunan sawit skala besar mengelilingi Kecamatan Babulu, sebagai sentra pangan mendorong warga juga buka kebun sawit karena menilai harga lebih bagus. Pemerintah PPU mencatat, lahan sawit perkebunan besar swasta dan rakyat pada 2019 sudah 47.960 hektar. Perkebunan besar swasta 33.727 hektar. Luas tanaman padi sawah sekitar 15.300 hektar   Separuhnya, kebun sawit perkebunan besar swasta.
  •  Kebun sawit yang berada di sekitar lahan sawah menimbulkan masalah baru. Sawah-sawah terserang hama lebih parah hingga makin menyulitkan petani padi.
  •  Mulyono, Kepala Dinas Pertanian PPU, mengimbau, masyarakat jangan menanam komoditi di lahan yang tak sesuai peruntukan. Dia juga ingatkan, tanaman sawit di tengah-tengah persawahan bisa merugikan petani lain.. Ada sawit di tengah sawah, otomatis jadi sarang hama. Tikus, pada siang lari ke atas tanaman sawit sembunyi, malam hari turun.

 

 

Hari itu, Suparmi datang lebih awal untuk menyiapkan peralatan masak di pasar tradisional yang buka setiap sore di samping kantor desa.   Perempuan 50 tahun ini berjualan nasi goreng dalam lima tahun belakangan ini sejak tak lagi ke sawah. Jualan nasi goreng, untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

“Suami tak suka nanam padi. Tidak ada yang nanamin ya saya kerja,” katanya kepada Mongabay tengah Oktober 2022. Suaminya, kini lebih memilih merawat kebun sawit miliknya seluas enam hektar daripada menggarap sawah.

Di lapak jualan sebelah, ada Kusmiatun, perempuan berusia 54 tahun sedang merapikan jualan sayur dan buah. Dia menimpali cerita Suparmi, soal ongkos mengelola lahan sawah makin mahal.

“Nanam padi kalau bukan orangnya sendiri (butuh) modal besar,” katanya.

Kalau sawah tidak dikelola sendiri hasinya ‘jalan jalan’ alias tak rugi dan tidak untung bahkan, bisa habis diongkos.

“Pulang modal belum tentu,” kata Kusmiatun.

Dia contohkan, serangan keong di sawah dan harus disemprot, sedang harga obat mahal.

 

Kusmiatun, perempuan berusia 54 tahun sedang merapikan jualan sayur dan buah.
Kusmiatun, perempuan berusia 54 tahun sedang merapikan jualan sayur dan buah. di Desa Sebakung Jaya, PPU. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Dia tanam buah-buahan seperti jeruk dan pisang itu. “Ini jeruk dan pisang dari kebun saya sendiri,” katanya menunjuk tumpukan jeruk Rp10.000 perkilogram.

Suparmi dan Kusmiatun, merupakan warga Desa Sebakung Jaya, Kecamatan Babulu, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.

Desa berpenduduk 1723 jiwa ini dikenal salah satu sentra pertanian dengan luas persawahan 712 hektar.

Suparmi tak ke sawah lagi karena serangan hama. Dia putus asa. Hasil garap sawah seringkali tak menutupi modal.

Dia dan suami mencoba beternak bebek petelur, nasibnya juga demikian. Pengeluaran dan pendapatan tak seimbang.

“Lama-lama juga padi kurang bagus, dedaknya itu mahal dan sulit didapatkan. Tak berhasil, berhenti,” katanya.

Suaminya ikut kelola kebun sawit di Babulu Darat dan Labangka, desa tetangga mereka. “Sawit panen satu bulan dua kali. Satu tahun dua kali,” kata Suparmi.

Pengunjung pasar mulai ramai. Satu dua orang mulai pesan nasi goreng. Sambil melayani pembeli, dia katakan, sawah seluas satu hektar kini digarap petani lain. Dia gadaikan sawah karena perlu dana untuk anak kakak perempuannya. “Satu satunya jalan ya menggadaikan sawah.”

Dia berupaya membayar gadai agar bisa punya sawah lagi. Tumpuan ekonomi hanya bersandar pada kebun sawit dan jualan nasi goreng.

 

Kebun petani padi berangjadi kebun sawit? Foto: Abdallah Naem./ Mongabay Indonesia
Kebun petani padi berangjadi kebun sawit? Foto: Abdallah Naem./ Mongabay Indonesia

 

Beralih ke sawit

Kisah yang mirip dengan Suparmi datang dari Khairul. Dia juga tak lagi ke sawah.

Khairul, baru saja pulang dari Sotek Dalam, kampung yang berdekatan dengan Ibu Kota Negara Nusantara di Kecamatan Sepaku. Dia diajak koleganya menengok rumah yang baru dibangun.

Dia bilang, orang di sana sedang berlomba menanam sawit. Tetapi paling dua hektar, lahan lebih banyak dikuasai perusahaan dengan ribuan hektar.

Begitu juga di Babulu dan Waru, terdapat perusahaan sawit. Sebagian petani menanam sawit karena harga dinilai lebih baik dibandingkan padi. Sekarang, harga sawit di pengepul mencapai Rp1.770 perkilogram, sementara di pabrik Rp2.000 perkilogram.

Dia punya lahan sawit tiga hektar, antara lain ada di samping dan belakang rumah, sebelumnya adalah sawah. Kalau di kebun, rata-rata tanaman sawit berumur lima tahun.

“Ini orang bilang masih buah pasir. Jika masuk dijual di pabrik disortir dulu,” ujar Khairul. Buah pasir merujuk pada tanaman sawit yang baru berbuah.

Khairul juga menyewa kebun sawit warga lain. Harga ‘kontrak’ lahan Rp5 juta-Rp7 juta per tahun tergantung kondisi kebun. Kalau terawat baik, harga juga naik. Luas lahan yang dia sewa sekitar empat hektar. Di desa ini, luasan perkebunan sawit milik warga sekitar 170 hektar.

Dulu, dia punya lahan sawah dan sebagian disewakan. “Dua tahun lalu sudah hijrah ke sawit,” kata Khairul, tertawa.

Dia menghitung, hasil panen padi 80-100 karung setiap hektar. Satu karung rata-rata 50 kg. “Itu top markotop.”

Panen sebanyak itu, katanya, kalau sawah tidak ada gangguan. Kalau ada gangguan hama, panen warga hanya 20 karung, bahkan cuma lima karung. Dengan harga gabah kering Rp5.600-Rp8.600 per kilogram di level petani.

Bagi Khairul, sawah itu bagus tetapi hama memperburuk kondisi. Dia sebutkan, hama padi seperti wereng, walang sangit, pucuk leher, sampai penggerek batang.

“Itu biang keroknya. Akhirnya, hasil panen menyusut. Intinya, saya menghitung, padi kurang untuk saya. Kalau yang lain bertahan di padi berarti hasilnya lebih.”

Dia membandingkan dengan hasil sawit. “Saya hitung 80 karung (gabah) kalah dengan sehektar sawit.” Dengan asumsi, katanya, kondisi sama-sama bagus.

Dia menghitung kebun sawit rata-rata panen 20 kali dalam satu hektar. Rata-rata, dua ton setiap hektar, maka 40 ton kali dengan harga Rp1.500 per kilogram, berarti Rp65 juta per tahun.

 

Hasil panen petani sawit. Sebelumnya, kebun sawit petani itu adalah lahan sawah. Foto: Abdallah naem/ Mongabay Indonesia
Hasil panen petani sawit. Sebelumnya, kebun sawit petani itu adalah lahan sawah. Foto: Abdallah naem/ Mongabay Indonesia

 

Masalah pun muncul…

Pemerintah PPU mencatat, lahan sawit perkebunan besar swasta dan rakyat pada 2019 sudah 47.960 hektar. Perkebunan besar swasta 33.727 hektar. Luas tanaman padi sawah sekitar 15.300 hektar   Separuhnya, kebun sawit perkebunan besar swasta.

Lahan pertanian khusus sawah 70% berada di Kecamatan Babulu. Petani di kabupaten yang berpenduduk 178. 681 jiwa ini hasilkan beras 37. 361 ton.

Berjarak sekitar 9 km dari kantor Desa Sebakung Jaya, berdiri pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) milik PT Sumber Bunga Sawit Lestari. Beberapa perkebunan sawit yang menguasai lahan skala besar di hulu sentra persawahan Kecamatan Babulu dan sekitar seperti seperti PT Sukses Tani Nusa Subur, PT Waru Kaltim Plantation (Astra Group) dan PT Gawi Makmur Kalimantan.

Di Desa Sebakung Jaya, cerita sawit rakyat berawal dari seorang warga yang membeli lahan sawah kemudian ditanami sawit.

Nurhadi, warga Sebakung bilang, orang itu menilai sawah tak menguntungkan secara ekonomi. Saat itu, orang itu menganjurkan petani padi malah menanam sawit. Lahan petani sawit itu seluas 47 hektar, kini sudah panen.

Dari sanalah, mulai ada beberapa warga mengikuti ubah sawah jadi kebun sawit.

Toni, Kepala Dusun Rawa Makmur bilang, perubahan lahan cukup cepat juga datang dari Kelompok Tani Sida Rahayu Bakti dari 80 hektar lahan sawah tinggal 30 hektar lagi, yang lain jadi sawit.

Saipul, Penyuluh pertanian mengatakan, luasan perkebunan sawit warga desa ini sudah sekitar 170 hektar.

Ketika lahan sawah menyusut berubah jadi sawit, persoalan baru pun menghampiri. Selain produksi pangan dari padi berkurang karena lahan berubah, tanaman sawit di tengah persawahan berdampak kepada padi hingga produksi makin menurun.

“Berpengaruh kalau ada tanaman (sawit). Habis padi sama tikus. Di pelepah sawit sarangya di situ,” ujar Tono.

Pemilik lahan sawah yang rusak itu terpaksa menjual ke pemilik sawit. “Maka kalau ditanam sawit di sebelahnya pokoknya hancur padinya.”

Menurut Nasrudin, petani sawah Sebakung mengatakan, hama tikus cukup berat. Ada yang pakai pagar plastik untuk menghalau tikus agar tak merusak padi, bahkan lapis dua, tetapi bisa dijebol.

Toni bilang, kini ada semacam kesepakatan antara warga kalau ingin menanam sawit harus mendapat persetujuan dari tetangga sebelah menyebelah.

Menurut Nasrudin, kalau tidak ada izin tetangga tak boleh menanam sawit. Namun, katanya, orang menanam sawit secara diam diam. “Kalau ditanya, orangnya akan menjawab ini sawah kan sawah saya.”

Setelah banyak sawit, hasil sawah menyusut. Tono hanya dapat 38 karung gabah musim tanam ini. “Minimlah. Kalau sewa tak dapat apa-apa.”

Beberapa tahun ini panen tak pernah baik. “Kalau menyekolahkan anak bingung. Utang sana, utang sini. Panen buah bayar utang.”

Sebenarnya, Tono punya tanaman sawit sudah berumur dua tahun. Dia menanam sawit pun terpaksa karena lahan sawahnya ‘terjepit’ sawit. “Kalau ditanami padi remuk sendiri. Langsung aku tanami sawit,” katanya.

Mulyono, Kepala Dinas Pertanian PPU, mengimbau, masyarakat jangan menanam komoditi di lahan yang tak sesuai peruntukan. “Silakan menanam sawit dengan cacatan harus sesuai peruntukannya.”

Kalau peruntukan sawah jangan jadi sawit. Menurut dia, yang terjadi di Babulu bukanlah alih fungsi lahan tetapi alih komoditi. Bedanya , alih fungsi lahan, misal, dari pertanian ke perumahan atau mal. Sedang alih fungsi komoditi seperti dari sawah ke sawit.

Dia juga ingatkan, tanaman sawit di tengah-tengah persawahan bisa merugikan petani lain.. Ada sawit di tengah sawah, katanya, otomatis jadi sarang hama. Tikus, pada siang lari ke atas tanaman sawit sembunyi, malam hari turun.

Berkenaan dengan hasil panen padi minim petani Babulu, Mulyono bilang karena pegaruh faktor cuaca. “Untuk tahun ini cuaca tidak menentu. Petani banyak yang gagal.”

Di Babulu itu, katanya, kanal itu ada dan cukup, yang mereka perlukan irigasi. “Kanalisasi dan irigasi berbeda. Kanalisasi domainnya Dinas Pekerjaan Umum yang dirancang bagaimana mempercepat lahan jadi kering. Irigasi mengatur keluar masuk air ke sawah dan lahan pertanian,” katanya.

Mulyono mengakui, sarana dan prasarana pertanian di Babulu belum memadai hingga petani agak kesulitan.

 

Lahan-lahan sawah di Kecamatan Babulu, PPU, perlahan-lahan jadi kebun sawit. Centra pangan pun terancam. Foto: Abdalla Naem/ Mongabay Indonesia
Lahan-lahan sawah di Kecamatan Babulu, PPU, perlahan-lahan jadi kebun sawit. Centra pangan pun terancam. Foto: Abdalla Naem/ Mongabay Indonesia

 

Penyangga pangan IKN?

Pemerintah PPU sedang menyiapkan diri sebagai penyangga pangan untuk IKN Nusantara. Hamdan, PJ Bupati PPU bersama Mulyono, menemui Wakil Menteri Pertanian, Harvic Hasnul Qolbi di Jakarta 27 Oktober lalu.

Mereka menyampaikan proposal lumbung pangan PPU sebagai penyangga pangan utama di IKN. Kepada Wamen, Mulyono mengatakan, yang dibutuhkan petani PPU adalah air.

“Sarana dan prasarana khusus tanaman pangan di Babulu belum memadai,” kata Mulyono.

Ada air, katanya tetapi tak bisa berfungsi hingga hanya mengandalkan tadah hujan.

Dia sebutkan soal Bendungan Telake. Kalau bisa proyek lanjut, katanya, karena bendungan masuk program nasional. “Apakah dialihkan ke yang lain?”

Pemerintah PPU melalui Dinas Pertanian akan menciptakan petani yang berpenghasilan tinggi. Mulyono bilang, ingin mencetak petani berdasi di wilayah penyangga IKN.

“Pendapatan (petani) lebih besar atau menyamai anggota dewan,” katanya. Yang dia maksud, pertanian pangan dengan gunakan teknologi modern.

Mulyono bersama bupati juga menyampaikan kepada wamen soal mekanisasi alat pertanian baik dari pra dan pasca panen.

Pra adalah untuk pengolahan termasuk hand traktor mesin tanam sedang pasca seperti mesin pengering. Dengan begitu, katanya, petani di PPU tak hanya penonoton tetapi pemain.

Sebagai kawasan yang diharapkan menjadi penyangga pangan IKN maka produksi pangan seperti beras perlu terus ditingkatkan. Dengan demikian lahan pertanian khususnya sawah agar tetap dipertahankan.

“Kami selaku daerah penyangga IKN, siap menerapkan tekonologi modern untuk petani di ppu. Kami juga berusaha mencarikan jalan keluar bantuan sarana dan prasarana dari APBD provinsi maupun APBN.” (Bersambung)

 

 

 

*********


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here